Monday 23 August 2010

Obral Remisi Di hari Kemerdekaan

65 Tahun kemerdekaan kita, mungkin awal gerbangnya surga para koruptor, dapat bernafas  lega dari jeruji besi, kembali melenggangkan kaki di gedung mewahnya.
"Berapa lama sih mereka di penjarakan?" "Ah seumuran jangung pun belum sampai di panen."  "Memangnya berapa uang negara yang mereka tilap?"  "Ah biasa cuma bermilayar-milyar. 
"Bebas ya mereka?"  "Iya...kan dapat remisi dari besannyai, dan teman-teman kurop juga bebas.

"Enak dunk jadi mereka, menilap uang negara bermilyar-milyar, tapi penjaranya ringan ya, semoga saja ya bangsa kita makin banyak kuroptornya, sekalian aja, tanggung, toh dari lini yang paling atas sampai kebawah juga orang Indonesia memang kurop, ya biar negara kita makin sesak dengan kuroptor, biar sekalian di patenin sama badan dunia, kalau negara kita memang koruptor semua."


"Sama kayak pulau-pulau yang hilang lari ketangga negara sebelah itu loh, kan hilang satu biarin aja, entar yang lain juga nyusul hilang, jadinya sekarang sudah beberapa pulau hilang, jadi mereka yang mengambil pun sudah mematenkan bahwa itu pulau mereka."


Seperti yang di tegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa  remisi dan grasi terhadap terpidana kasus korupsi sudah sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan."Tentang remisi dan grasi, apa yang kita lakukan sudah ada cantelan hukumnya, sistem dan aturan main yang ada," kata Presiden ketika membuka sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (23/8/2010)
Seperti diwartakan, sejumlah terpidana korupsi, seperti Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Tontowi Pohan, yang tak lain adalah besan Presiden SBY, mendapat pembebasan bersyarat. Selain Aulia, tiga mantan deputi gubernur BI lainnya, yaitu Bunbunan Hutapea, Aslim Tadjudin, dan Maman Soemantri, juga menikmati pembebasan bersyarat.
Keempatnya divonis kurungan penjara selama tiga tahun karena terlibat kasus pengucuran dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) pada 2003.
Selain itu, terpidana Syaukani HR, yang terlibat kasus dana perimbangan, pembelian tanah untuk pembangunan Bandara Loa Kulu, dan dana bantuan sosial senilai Rp 49,367 miliar, mendapat grasi.
Presiden juga sempat mengkritik menteri terkait yang tak segera merespon soal remisi dan grasi. Presiden juga mengkritik menteri-menteri lainnya yang dinilai lamban merespon isu lainnya, seperti rekening gendut perwira Polri.
"Banyak berita yang sebenarnya saudara tidak terlambat menanggapinya. Misalnya dua, tiga, hingga empat hari baru direspon. Bahkan kadang-kadang responnya tidak memadai. Ini sebetulnya tidak boleh terjadi. Yang begini-begini perlu direspon, dijelaskan, supaya publik mendapatkan gambaran yang utuh," ujar Presiden.


sumber:kompas

No comments:

Post a Comment